CIRI, PERAN DAN TUGAS
WANITA SHALIHAH
A.
PENDAHULUAN
Keseimbangan ruh, akal, dan
jasad, serta sehatnya hati dan senantiasa berupaya untuk memiliki emosi positif
merupakan bekal untuk menjadi wanita shalihah. Wanita
shalihah adalah idaman setiap orang. Harta yang paling berharga, sebaik-baik
perhiasan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Wanita adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Subhaanahu wata’ala
yang mulia. Karakteristik wanita berbeda dari laki-laki dalam beberapa hukum
misalnya aurat wanita berbeda dari aurat laki-laki. Wanita memiliki kedudukan
yang sangat agung dalam islam. Islam sangat menjaga harkat, martabat seorang
wanita. Wanita yang mulia dalam islam adalah wanita muslimah yang sholihah.
B. CIRI WANITA SHOLIHAH
Sebagaimana telah diungkapkan dalam hadits di atas,
kedudukan wanita shalihah amatlah mulia. Namun demikian, wanita sholihah tidak
sekedar klaim diri atau sebatas pengakuan semata, wanita shalihah memiliki ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dari wanita biasa. Wanita sholihah adalah gelar
bagi siapa saja yang pantas memilikinya, merupakan buah dari perjuangan yang
panjang dan istimewa dari seorang wanita. Diantara ciri-ciri wanita shalihah
adalah:
1. Taat kepada Allah dan mendahulukan
ketetapan Allah
“Maka wanita-wanita
yang sholihah adalah yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya
tidak ada.”[2]
Seorang wanita sholihah adalah wanita yang
senantiasa taat kepada Allah, menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Ketaatan kepada Allah ia tempatkan di atas ketaatan
kepada makhluq. Apabila orang terdekatnya atau yang dicintainya memerintahkan
sesuatu yang merupakan bentuk pelanggaran terhadap syari’at Allah, maka dia
lebih memilih untuk mentaati Allah daripada selain-Nya. Sebagaimana sabda
Rasulullah:
“Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada
Allah.”[3]
Allah berfirman:
“Tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak patut pula bagi
wanita yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka (pilihan yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.”[4]
2. Menjaga diri dan taat kepada suami
Seorang wanita sholihah senantiasa menjaga
diri meskipun suaminya tidak ada di rumah, dengan memelihara kehormatannya,
menjaga harta suami, menjaga segala sesuatu yang secara khusus berkenaan dengan
rahasia suami istri. Jika suaminya di rumah, maka ia menjaga lisannya dari
menyakiti hati suami.
“Maka wanita-wanita
yang sholihah adalah yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya
tidak ada.”[5]
Salah satu bentuk penjagaan diri juga tidak
berkhalwat dengan lawan jenis yang bukan mahrom.
“ingatlah, bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita,
kecuali yang ketiganya adalah setan”[6]
3.
Menjalankan
tugas dan perannya dengan mengharap keridhoan Allah, baik sebagai hamba
Allah, sebagai anak, sebagai istri,
sebagai ibu dari anaknya, dan sebagai umat manusia. (untuk tugas dan perannya
akan dijelaskan pada poin dibawah)
4.
Tidak bertabarruj
Pengertian tabarruj dapat kita ketahui
melalui perkataan Abu Ubaidah dan keterangan Az-Zajjaj. Abu Ubaidah berkata,
”Tabarruj adalah wanita menampakkan kecantikannya (di depan lelaki yang bukan
mahram).” Sedangkan keterangan dari az-Zajjaj, tabarruj adalah menampakkan
bagian yang indah (aurat) dan segala yang mengundang syahwat lelaki (non
mahrom).[7]
5.
Banyak menetap di rumah, mendirikan sholat dan
menunaikan zakat
Wanita
sholihah berusaha untuk berada dalam kondisi terbaik saat menghadap Rabbnya,
diawali dari mengilmui apa-apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah, sehingga
apa yang diamalkan sesuai dengan apa diinginkan oleh Allah, tak sekedar
semangat tanpa berdasarkan ilmu. Sholat merupakan ibadah yang mendapat
perhatian besar bagi wanita shalihah, dengan berusaha mencontoh sebagaimana
sholatnya Rasulullah, memenuhi setiap syarat dan rukunnya, bersegera bila telah
tiba waktunya, senantiasa berusaha memperbaiki sholatnya sehingga tampak buah
dari sholat itu.
Allah
berfirman:
“Dan
barangsiapa diantara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan
Rasul-Nya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua
kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya. (31) Wahai istri-istri Nabi, kamu tidak
seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu
tunduk (melemahlembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang
yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (32) Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu bertabarruj dan (bertingkah
laku) seperti orang-orang jahiliyah dulu, dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah
zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.”[8]
6.
Berpakaian syar’I dan menjaga
diri dari syubhat maupun syahwat
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al
Ahzab:59)
“Katakanlah kepada wanita
yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya.” (QS. An Nur: 31)
C. PERAN DAN TUGAS WANITA SHOLIHAH [9]
Wanita sholihah merupakan wanita yang dapat
menempatkan dirinya serta dapat menjalankan fungsi dan peranannya baik sebagai hamba Allah, sebagai anak dengan kewajibannya birrul
walidain, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai robbatul bait, dan sebagai anggota
masyarakat.
1. Wanita sebagai hamba Alloh
a. Mencerminkan Ubudiyyah kepada Alloh
Sebagai hamba Allah, kita
harus mengetahui bahwa tujuan Allah menciptakan kita hanyalah untuk beribadah
kepada-Nya.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”[10]
Dr. Ibrahim
Al-Buraikan memberikan definisi ibadah sebagai berikut: “Nama yang mencakup
segala sesuatu yang diridhai Allah dan dicintai-Nya, baik berupa perkataan
maupun perbuatan yang tampak maupun yang tidak tampak, dengan penuh rasa cinta,
kepasrahan, dan ketundukan yang sempurna, serta membebaskan diri dari segala
hal yang bertentangan dan menyalahinya.”[11]
Dari definisi
ibadah tersebut, maka ibadah tak sekedar sholat, puasa, ataupun haji. Ibadah
mencakup setiap tindakan yang dicintai dan diridhoi oleh Allah. Olehkarena itu,
sholat dapat bernilai ibadah, begitu pula juga saat kita menyuci pakaian,
menyetrika pakaian, mencuci piring,
bahkan sekedar bermuka cerah kepada saudara kita bila memang itu ikhlas karena
Allah sehingga merupakan amalan yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, maka itu
dapat bernilai ibadah.
b. Melaksanakan rukun Iman dan Rukun Islam
dengan baik dan benar
(Hadits 2)
c. Merasa bertanggung jawab terhadap anggota keluarganya
“Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin dan
setiap orang di antara kalian bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya.
Laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganyadan bertanggungjawab terhadap
yang dipimpinnya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab
terhadap yang dipimpinnya.”[12]
Wanita shalihah memiliki rasa tanggungjawab untuk meluruskan
hal yang menyimpang pada anggota keluarganya, tak sekedar berdiam diri
membiarkan anggota keluarganya melakukan kemaksiatan. Karena rasa tanggungjawab
dan cintanya kepada orang yang dikasihinya, ia senantiasa berupaya agar anggota
keluarganya melakukan ketaatan kepada Allah.
d. Mencari keridhaan Alloh dalam setiap
amalnya
Dari Aisyah radhiyallahu’anha, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang berusaha mendapatkan keridhaan Allah, meskipun dengan risiko kemarahan
manusia, niscaya Allah meridhainya dan menjadikan manusia ridha kepadanya.
Namun, barangsiapa yang berusaha mendapatkan keridhaan manusia dengan
(melakukan sesuatu yang menimbulkan) kemurkaan Allah, niscaya Allah murka
terhadapnya dan menjadikan manusia murka pula terhadapnya.”[13]
e. Berbuat untuk menolong agama Allah
Wanita shalihah berupaya sekuat tenaga untuk menolong
agama Allah dalam kehidupan riil, berbuat untuk mewujudkan manhaj-Nya dalam
kehidupan individu, rumah tangga, dan masyarakat. Menolong agama Allah dan
melibatkan diri dalam berdakwah merupakan kebiasaan wanita muslimah pada awal
perjalanan Islam, maka sebagai wanita shalihah hendaknya berupaya untuk
mencontoh mereka.
f. Bangga dengan kepribadian Islami dan Dien
yang benar
Wanita shalihah tidak malu dengan agamanya dan
senantiasa mengamalkan agamanya secara benar. Karena ia sadar bahwa syari’at
Islam merupakan nikmat yang agung yang telah Allah berikan kepapda makhluqnya,
karena syari’at Islam itu sempurna dan satu-satunya dien yang diridhai oleh
Allah.
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Aku
cukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam menjadi agama bagimu.”[14]
g. Memberikan loyalitasnya hanya kepada Allah
saja
Diantara buah kebanggaan wanita muslimah terhadap
kepribadian Islaminya adalah dia hanya memberikan loyalitas kepada Allah saja.
h. Menunaikan kewajiban amar ma’ruf nahi
munkar
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki
dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat. Dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[15]
i.
Banyak bertilawatil Qur’an
“Bacalah AlQur’an , karena ia akan datang pada hari
kiamat kelak dengan membawa syafa’at bagi mereka yang membacanya.”[16]
“Orang yang membaca AlQur’an sedang dia mahir, maka
dia akan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang
membaca AlQur’an dengan terbata-bata dan dalam keadaan payah, maka dia juga
akan mendapat dua pahala.”[17]
Diantara keistimewaan wanita muslimah dan
sholihah yang paling menonjol adalah tugasnya kepada orang tua yakni Birrul
Walidain sebagai seorang anak. Dan dia menyadari ajaran agamanya yang jiwanya
selalu terbuka bagi petunjuk Islam dan senantiasa berpegang pada nilai-nilainya
yang tinggi akan selalu berbakti dan berbuat baik kepada orangtua dengan cara yang baik.
“Sembahlah Allah
dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan, berbuat
baiklah kepada kedua orangtua.”[19]
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu,
dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Nabi, ‘Apakah perbuatan yang paling
disukai Allah?’ Beliau pun menjawab, ‘Shalat pada waktunya’, ‘Lalu apa lagi?”,
Beliau menjawab ‘birrul walidain (berbakti keada orangtua).’ Selanjutnya kutanyakan
lagi, “Kemudian apa?’ Rasulullah menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’.”[20]
Larangan Durhaka kepada Orangtua
Dari Abu Bakrah Nufai’ bin Harits, dia
menceritakan, Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Maukah
kalian aku beritahu tentang perbuatan dosa besar? Kami menjawab, ‘Tentu Ya
Rasulullah’ Beliau pun menerangkan, ‘Syirik kepada Allah dan durhaka kepada
orangtua’.”[21]
Berbakti pada Orangtua Meskipun Keduanya
Bukan Muslim
Ketika ibunya Sa’ad bin Abi Waqash menolak
puteranya itu masuk Islam, dan mengatakan kepada puteranya, “Mau meninggalkan
Islam dan kembali kepada agamamu, atau aku akan mogok makan sampai mati. Sampai
orang-orang Arab marah seraya mengatakan “Bunuh ibunya itu!” Tetapi Sa’ad
menjawab, “ketahuilah, wahai ibuku, demi Allah, seandainya engkau memiliki
seratus nyawa dan keluar satu persatu, niscaya aku tidak akan meninggalkan
Islam.” Dan ibunya pun dengan sabar tetap bertahan mogok makan pada hari
pertama dan kedua, tetapi pada hari ketiga dia tidak kuasa menahan lapar, maka
dia pun makan. Selanjutnya Allah menurunkan ayat AlQur’an yang dibacakan
Rasulullah kepada kaum muslimin, yang
isinya memberikan teguran kepada Sa’ad karena sikap kasarnya kepada ibunya
dalam memberikan jawaban kepadanya:
“Dan, apabila keduanya memaksamu untuk
memersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak memiliki pengetahuan
tentangnya, maka janganlah engkau mengikuti keduanya. Dan, pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian
hanya kepada-Ku kalian kembali, karenanya Aku beritahukan kepada kalian apa
yang telah kamu kerjakan.”[22]
Apabila orangtua musyrik menyuruh kepada
putera-puterinya berbuat syirik, maka tidak ada ketaatan bagi putera-puteri itu
untuk menaati perintah orangtuanya itu, karena tidak ada ketaatan bagi
seseorang untuk melakukan kemaksiatan kepada sang Khaliq, dank arena hubungan
aqidah menduduki tempat tertinggi di atas semua hubungan. Namun, Allah
memerintahkan kita untuk selalu berbakti kepada kedua orangtua serta mempergaulinya
dengan baik dalam kondisi bagaimanapun dan apa pun, termasuk bila kedua orang
tua yang bukan seorang musyrik, itu tidak menghalanginya untuk berbakti kepada
keduanya sesuai dengan yang disyari’atkan Islam.
Cara Berbakti yang Baik
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya
kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik kepada ibu
dan bapakmu dengan sebaik-baiknya. Apabila salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kalian mengatakan kepada keduanya perkataa ‘ah’ dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yag mulia. Dan,
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah,’Wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah
mendidik aku di waktu kecil.”[23]
Wanita shalihah akan berupaya sekuat tenaga
untuk berbakti kepada kedua orangtua, mencari cara terbaik dalam
berbicara dan bermuamalah dengannya, tidak berbuat kasar atau sesuatu yang
menyakiti hati, dan tetap menjaga sopan santun. Selain dia akan terus berusaha
memberikan kepuasan pada keduanya dengan cara-cara terpuji dan menyenangkan,
dia lakukan segala sesuatu dengan penuh kesabaran, berbicara dengan penuh
kelembutan, kasih sayang, hujjah yang kuat, logika yang benar, serta bijaksana.
Dia akan selalu berusaha untuk membahagiakan dan menyenangkan kedua orangtua
semampu mungkin, dengan tidak keluar dari hal-hal yang diridhai Allah, dia akan
selalu memberikan perhatian kepadanya, memberikan pelayanan yang menyenangkan,
memberikan pelayanan yang menyenangkan, sering mengunjungi keduanya, serta
menemaninya dengan penuh kegembiraan dan kesenangan, lapangdada, juga
membawakan hadiah yang baik lagi menggembirakan.
3. Wanita sebagai Istri
Sebagai istri, kita memiliki tugas dan
peran terhadap suami. Adakalanya suami diperlakukan sebagai majikan sehingga
kita berperan sebagai pembantu, terkadang suami menuntut kita berperan sebagai
sahabat maka tugas kita menjadi pendengar yang baik dan berupaya untuk membuat
hatinya tenang dan tentram, istri pun berperan sebagai kekasih, bahkan dapat
pula berperan sebagai ibu bagi suami. Dalam setiap peran tersebut terdapat
tugas bagi kita untuk menjalankannya.
Berikut peran dan tugas wanita shalihah
sebagai seorang istri:[24]
a. Sebagai pengantin bagi suaminya
Muslimah ideal tak sekedar menjadi
pengantin di malam pertamanya saja, namun selalu siap seumur hidup, olehkarena
itu tugas seorang istri agar senantiasa menawan dan menyenangkan suami
hendaknya dapat berhias untuk suaminya. Tak hanya berhias memperindah wajah dan
tubuh, tetapi juga memperindah jiwa dengan akhlaq yang mulia. Dengan begitu,
istri sholihah tidak membuat suaminya bosan dengannya, tak sekedar cantik dan
terlihat baik di awal saja, namun keindahan paras dan akhlaqnya dapat dirasakan
setiap harinya.
Nabi bersabda, “Wanita paling baik
adalah wanita yang selalu menyenangkan saat suaminya memandangnya, menaati
apabila suami menyuruhnya, tidak menentang terhadap sesuatu yang tidak
disukainya, baik terhadap dirinya maupun hartanya.”[25].
b. Sebagai kekasih bagi suami
Suami merindukan seorang istri yang dapat
berperan sebagai kekasih, yang dapat membuat hatinya berbunga-bunga, kekasih
yang menghadirkan suasana indah, kekasih yang membuat suami betah di rumah.
Sehingga, suami tidak akan mencuri-curi pandang kepada wanita lain yang tidak
halal baginya.
c. Sebagai ibu bagi suami
Seorang istri juga harus bisa berperan
sebagai ibu bagi suami. Suami ingin figur seorang ibu juga dimiliki oleh
istrinya, yaitu istri yang memiliki kasih sayang tanpa batas, yang dengan kasih
sayang tersebut akan muncul rasa rela berkorban, memberi tanpa pamrih, dan
mengabdi tanpa kenal lelah. Istri yang mengkhawatirkan suami sebagaimana ibu
mengkhawatirkan anaknya bila dalam bahaya. Istri yang siap meninabobokkan
suaminya. Dan banyak hal lain sebagaimana ibu memperlakukan anaknya dengan
penuh kasih sayang.
d. Sebagai sahabat bagi suami
Istri harus dapat berperan sebagaimana
sahabat bagi siaminya. Sahabat bertugas sebagai tempat curahan hati saat segala
rasa bergejolak, tempat untuk menentramkan kegelisahannya, memberi motivasi
saat semangatnya turun, mamu bertukar pikiran dengannya, atau pun tempat
berbagi kebahagiaan dan kesenangan. Suami membutuhkan seorang sahabat yang
dapat menutupi rahasianya.
e. Sebagai pelayan bagi suami
Suami membutuhkan seorang pelayan, yang
bisa meengurus kebutuhannya. Sebagaimana palayan, tugas pelayan terhadap
majikannya adalah menyiapkan makanan, membersihkan rumahnya, mencuci
pakaiannya, memijit badannya, dan kapan pun siap menerima perintah dari
majikannya. Istri sholihah dapat berperan sebagai pelayan bagi suami dengan
menjalankan tugas-tugasnya, namun menjalankannya dengan penuh rasa cinta dan
dengan senang hati melakukannya karena mengharap ridho Allah.
4. Wanita sebagai Manajer Rumah Tangga[26]
Sebagai menajer
rumah tangga, wanita memiliki banyak peran, sebab seorang manajer harus mampu
mengelola segala sumberdaya yang tersedia. Apa saja peran dan tugasnya? Berikut
akan dijelaskan peran dan tugas wanita sebagai manajer rumah tangga:
a. Event organizer keluarga
Sebagai event organizer keluarga, muslimah seharusnya
memiliki time planning yang tepat bagi anggota keluarganya. Dengan waktu 24 jam
per harinya, dia dapat melakukan perencanaan yang baik apa saja yang harus
dilakukan dan tepat waktu dalam menjalankannya, tidak menundanya sehingga
kerjaan menumpuk, namun dengan waktu 24 jam itu dapat memanaje aktivitas untuk
dapat menyelesaikan pekerjaan yang banyak.
b. Perencanaan keuangan keluarga
Istri bertanggungjawab terhadap anggaran belanja keluarga, dapat
memanaje keuangan baik dalam jumlah besar maupun kecil. Manajemen keuangan yang
baik dapat memperlancar pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Berikut diantara cara memanaje
keuangan:
1. Membuat perencanaan yang matang
2. Menentukan skala prioritas anggaran
3. Berupaya untuk berhemat
4. Belanja sesuai kebutuhan, tak sekedar
keinginan
5. Menghindari kebiasaan berhutang
6. Memperkaya diri dengan sedekah
c. Perencanaan diet
Seorang istri shalihah juga memperhatikan makanan yang
disajikan kepada anggota keluarga, dengan mencari makanan yang halal dan
thoyyib. Berusaha mencari info tentang makanan yang aman dan sehat, serta
mencari menu masakan yang membuat keluarga merasa senang.
d. Petugas kebersihan
Istri bertugas sebagai penanggungjawab kebersihan
dalam rumahtangga. Sebagai penanggungjawab, dapat langsung terjun ataupun dapat
didelegasikan bila ada anak-anak yang membantu misalnya, atau sebagai kepala
petugas kebersihan bila memiliki pembantu.
e. Desainer interior
Istri shalihah beerusaha untuk menata ruang dari
setiap sudut rumah agar tampak cantik nan indah sehingga anggota keluarga betah
d rumah.
5. Wanita sebagai Ibu bagi Anak
Ada lima tanggungjawab besar yang tidak
dapat ditinggalkan seorang wanita saat menjadi ibu, yaitu:
a. Mengandung
(Al-Baqarah: 223)
Sebagaimana tanah, benih yang ditanam dalam tanah
tersebut diharapkan menumbuhkan tanaman. Wanita diberi kelebihan oleh Allah
memiliki rahim dan alat reproduksi lainnya sehingga dapat mengandung, inilah
peran pertama seorang ibu.
b. Melahirkan
Setelah mengandung, tugas berikutnya adalah
melahirkan. Menjadi seorang ibu harus siap melahirkan buah hatinya, membutuhkan
perjuangan keras dan bahkan dapat sampai taruhan nyawa. Olehkarena itulah Allah
member kehormatan terhadap ibu.
Telah datang seorang laki-laki dan bertanya, “Ya
Rasulullah siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?” Maka
Rasulullah bersabda, “Ibumu” Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?”
Rasulullah menjawab, “Kemudian ibumu” Dia bertanya lagi, “Kemudian
siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Ibumu” Dia bertanya lagi, “Kemudian
siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Kemudian ayahmu.”[27]
c. Menyusui
Seorang wanita diberi anugerah oleh Allah untuk dapat
memproduksi ASI yang sangat bermanfaat bagi bayi
d. Mendidik anak sekaligus sebagai penasihat
spiritual
Ibu berperan sebagai pendidik anak, ibulah yang sering
berinteraksi dengan anak sehingga ibu merupakan guru pertama bagi anak-anaknya.
Ibu hendaknya memberikan teladan yang baik sehingga anak mencontohnya,
mengajari anak membaca, menulis, mengaji, beribadah, dan pedidikan yang lain
yang dibutuhkan untuk anak. Selain itu, ibu berperan sebagai penasihat ruhani anak, yang membimbing anak
sehingga dapak mencetak generasi Robbani. Dengan demikian, akan tumbuh anak
yang shalih, cerdas, dan memiliki
kepribadian matang.
e. Menjadi sahabat bagi anak
Ibu dapat menjadi sahabat bagi anaknya, yaitu dapat
berperan sebagai sahabat di setiap usia anak. Saat anak masih kecil, ibu dapat
berperan sebagai sahabatnya yang setia menemaninya untuk bermain. Saat anak
tumbuh menginjak usia sekolah, ibu setia mendengarkan keluh kesah anak dan
mencarikan solusinya. Saat usia anak menginjak usia baligh, ibu siap
mendengarkan curahan hatinya dan berusaha memberi arahan yang benar agak tidak
terjerumus dalam jurang kemaksiatan. Saat anak sudah dewasa dan telah memiliki
pendamping bahkan memiliki anak, maka ibu dengan senang hati memberikan jasanya
apabila dibutuhkan oleh anak.
6. Wanita sebagai Anggota Masyarakat
Wanita sholihah yang benar-benar memahami
hukum-hukum agamanya akan tampak dalam masyarakat, berperangaikan nila-nilai
agamanya yang haq dan sifat-sifatnya yang baik dengan menerapkan nilai tersebut
serta menjadikan sifat mulia sebagai perhiasan. Tegaknya kepribadian sosial
wanita muslimah yang berbeda dari kepribadian wanita yang lain merupakan
pantulan atau cerminan dari nilai-nilai islam dalam tingkah laku sosial dan
pergaulannya dengan orang lain. Dari sumber yang besar inilah wanita muslimah
yang sholihah memperbaiki tradisi, kebiasaan, tingkahlaku dan pergaulan. Dan
dari sumber yang jernih lagi tawar ini pula wanita sholihah menyirami dirinya
guna membersihkan jiwanya dan membentuk kepribadian sosialnya.[28]
Diantara peran wanita shalihah sebagai
anggota masyarakat adalah sebagai kontributor untuk menciptakan masyarakat yang
aman, damai, dan sejahtera di bawah aturan Islam. Adakalanya kita membantu
dalam kegiatan bersih-bersih warga, adakalanya kita mengajak warga dalam
menjenguk warga yang lain ketika sakit, dan kita senantiasa mengajak warga untuk
berpartisipasi dalam menebar dakwah dienul Islam seperti mengajar TPA baik
untuk anak-anak maupun ibu-ibu, mengadakan kajian rutin warga kampung, mengajak
untuk memperbaiki sholat, serta pengamalan nilai-nilai ajaran Islam yang lain.
PENUTUP
Disinilah wanita harus berperan,dia harus tampil
dengan kepribadian yang khas tanpa ada rasa risih dan canggung sebab ia datang
membawa ketentraman. Dia tampil ditengah masyarakat dengan identitas yang
dimilikinya tanpa harus malu dan pesimis. Dia datang bersama generasi yang
mencintai kebenaran.
Wanita akan memiliki kedudukan peranan yang tinggi
jika ia mampu menempatkan diri pada posisi yang sebenarnya. Ia akan menjadi
permata yang di idamkan masyarakat jika ia dapat menjaga diri dan
kehormatannya. Begitulah peran wanita sholihah dalam Islam. Peran besarnya baik
bagi keluarga maupun dakwah menjadikannya memang pantas untuk dimuliakan dan
diposisikan ditempat yang tertinggi. Mungkin peran para Shohabiyyah dapat kita
jadikan acuan bagaimana menjadi wanita muslimah sholihah yang seharusnya.
[1] HR. Muslim
[2] An-Nisa’: 34
[3] HR. Ahmad
[4] Al-Ahzab: 36
[5] An-Nisa’: 34
[6] HR. Ahmad, At-tirmidzi, dan Al-Hakim
[7] Zadul Masir fi Ilmi at-Tafsir, 3/461
[8] Al-Ahzab: 31-33
[9] Jati Diri Wanita Muslimah, penerbit:
pustaka Alkautsar, judul asli: Syakhsyiyyatul-Mar’ah Al-Muslimah, Dr. Muhammad
Ali Al-Hasyimi.
[10] Adz-Dzariyat: 56
[11] Al-Madkhal li Dirasatil Aqidah, hal
14-15
[12] Muttafaq alaihi
[13] HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya
[14] Al-Maidah: 3
[15] At-Taubah: 71
[16] HR. Muslim
[17] Muttafaq alaih
[18] Jati Diri Wanita Muslimah, halm 131
[19] An-Nisa’: 36
[20] Muttafaqun alaih
[21] Muttafaun alaih
[22] Luqman: 15
[23] Al-Isra’: 23-24
[24] Spirit Muslimah Sejati, Siswati Ummu
Hamad, Pustaka Arafah, hlm 67-73
[25] HR. Ahmad
[26] Spirit Muslimah Sejati, Siswati Ummu
Hamad, hlm. 61-67
[27] HR. Al-Bukhari
[28] Jati Diri Wanita Muslimah, hlm 272
Tidak ada komentar:
Posting Komentar